Ketika Bumi Kaya Tak Lagi Mengalirkan Emas, Sultra Hadapi Penurunan Ekspor Besi-Baja

Bisnis Internasional Kendari Terkini

Ilustarsi Ekspor Besi-Baja. Dok : Kabar Sultra.

KENDARI, KABAR SULTRA– Di balik hamparan hutan tropis dan nikel yang tersembunyi dalam perut buminya, Sulawesi Tenggara menyimpan kisah penting yang kini memasuki babak baru.

Februari 2025 menjadi bulan yang mencemaskan bagi provinsi ini, ketika angka-angka yang keluar dari Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan realitas yang tak bisa diabaikan: nilai ekspor Sultra anjlok 9,23 persen, dari US$309,07 juta menjadi US$280,53 juta.

Di balik deretan angka itu, terdapat gejolak dalam urat nadi ekonomi lokal. Bukan sekadar penurunan biasa—volume ekspor juga ikut terseret turun, menyusut hampir 15 persen dibanding bulan sebelumnya. Ini bukan sekadar statistik, tapi cerita tentang bagaimana perubahan global dan ketergantungan pada satu komoditas dapat menggoyahkan ekosistem perdagangan yang rapuh.

Besi dan Baja: Dua Komoditas, Satu Ketergantungan

Jika Sulawesi Tenggara memiliki satu komoditas andalan, maka besi dan baja adalah primadonanya. Namun, pada Februari 2025, nilai ekspor sektor ini turun tajam—dari US$304,90 juta menjadi US$257,05 juta. Artinya, hanya dalam sebulan, provinsi ini kehilangan potensi pendapatan lebih dari 47 juta dolar AS.

“Ini bukan hanya soal angka, tapi bagaimana struktur ekonomi yang bergantung pada satu sektor bisa rawan terhadap guncangan pasar global,” ujar Surianti Toar, Pelaksana Tugas Kepala BPS Sultra seperti dikutip Kabar Sultra dari Kendari Info.

Meski begitu, sektor industri pengolahan masih menjadi tulang punggung utama ekspor daerah, menyumbang 99,60 persen dari total nilai ekspor. Namun dominasi ini pun kini diuji.

Tiongkok, Korea Selatan, dan India: Tiga Pilar yang Menopang

Pasar ekspor Sulawesi Tenggara masih sangat tergantung pada Tiongkok—yang menyerap sekitar US$242 juta dari total ekspor. Disusul oleh Korea Selatan dan India. Ketergantungan pada mitra dagang tunggal seperti ini mengundang risiko jangka panjang. Bila terjadi ketegangan geopolitik, perubahan regulasi, atau perlambatan ekonomi di Tiongkok, maka Sultra bisa mengalami gejolak besar dalam neraca perdagangan.

Menatap ke Depan: Diversifikasi atau Tenggelam?

Kisah ini adalah cerminan dari pelajaran penting: ketika sebuah wilayah bertumpu pada satu jenis komoditas dan satu pasar utama, maka fleksibilitas untuk bertahan dalam badai ekonomi menjadi sangat terbatas.

Kini, para pemangku kebijakan dihadapkan pada pertanyaan penting—akankah Sulawesi Tenggara mulai mendiversifikasi komoditas dan membuka lebih banyak jalur ekspor, atau terus berjudi dengan ketergantungan yang sama?

Di ujung cerita ini, suara dari pedalaman dan pelabuhan ekspor Sultra seakan menyerukan pesan yang sama: bumi kita kaya, tapi ketahanan sejati terletak pada keberagaman, bukan ketergantungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *